Rabu, 21 Januari 2015

Hukum Usaha Warnet Dalam Perspektif Islam

Bisnis Warnet

bisnis warnet

Penyedia jasa internet atau sering disebut sebagai Warnet adalah merupakan usaha yang memang sedang marak pada beberapa waktu belakangan ini. Hal ini dikarenakan Warnet selain sebagai tempat untuk memperoleh informasi secara aktual, Warnet juga merupakan tempat beberapa orang  meluangkan waktu untuk bermain.

Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa Warnet digunakan juga untuk beberapa tindakan kejahatan dan kemaksiatan. Seperti halnya pornografi, judi, terorisme dan lain-lain. Ada beberapa perspektif pandangan yang berkembang terhadap bisnis/usaha Warnet ini.

Hukum Usaha Warnet Dalam Perpektif Islam


Diambil dari http://www.konsultasisyariah.com/ dapat dijelaskan bahwa:

1. Para ulama’ ahli fiqih menyatakan bahwa tidak dibenarkan bagi siapapun untuk mengadakan kegiatan atau amalan atau perniagaan yang dapat mengakibatkan keresahan, kemadharatan atau kerugian pada masyarakat banyak, baik kerugian dalam urusan agama atau urusan dunia mereka.

Hal ini didasarkan pada hadist berikut ini:
عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ صَدَقَةٌ، قِيلَ: أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَجِدْ؟ قَالَ: يَعْتَمِلُ بِيَدَيْهِ فَيَنْفَعُ نَفْسَهُ وَيَتَصَدَّقُ، قَالَ: قِيلَ: أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ؟ قَالَ: يُعِينُ ذَا الْحَاجَةِ الْمَلْهُوفَ، قَالَ: قِيلَ لَهُ: أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ؟ قَالَ: يَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ أَوِ الْخَيْرِ، قَالَ: أَرَأَيْتَ إِنْ لَمْ يَفْعَلْ؟ قَالَ: يُمْسِكُ عَنِ الشَّرِّ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ. رواه متفق عليه

“Wajib atas setiap orang muslim untuk bersedekah.” Dikatakan kepada beliau: “Bagaimana bila ia tidak mampu?” Beliau menjawab: “Ia bekerja dengan kedua tangannya, sehingga ia menghasilkan kemanfaatan untuk dirinya sendiri dan (dengannya ia dapat) bersedekah.” Dikatakan lagi kepadanya: “Bagaiman bila ia tidak mampu juga?” Beliau menjawab: “Ia dapat membantu orang yang benar-benar dalam kesusahan.” Dikatakan lagi kepada beliau: “Bagaimana bila ia tidak mampu juga?” Beliau menjawab: “Ia memerintahkan yang ma’ruf atau kebaikan.” Penanya kembali berkata: “Bagaimana bila ia tetap saja tidak (mampu) melakukannya?” Beliau menjawab: “Ia menahan diri dari perbuatan buruk, maka sesungguhnya itu adalah sedekah.” (Muttafaqun ‘alaih)

Dahulu para ulama’ ahli fiqih memfatwakan bahwa memperjual-belikan anggur kepada orang yang akan membuatnya sebagai minuman khamer, atau senjata pada waktu terjadi perang saudara antara umat Islam adalah haram. Walaupun anggur dan senjata adalah barang yang halal untuk diperjual-belikan, akan tetapi pada keadaan semacam ini para ulama’ mengharamkannya. Bukan karena para ulama’ merubah hukum anggur dan senjata dari halal menjadi haram. Akan tetapi fatwa itu bertujuan untuk mencegah terjadi kerusakan sosial dan agama masyarakat. (I’ilamul Muwaqi’in oleh Ibnul Qayyim 2/387, As Syarhul Mumti’ oleh Syeikh Ibnu Utsaimin 8/205-208, Majmu’ Fatawa Al Lajnah Ad Da’imah 13/30-76.)

Imam As Syafi’i berkata:

وأحب إلى له أن يحسن التوقي فلا يبيعه ممن يراه يتخذه خمرا

“Saya sangat menganjurkan kepada pemilik anggur agar bersikap waspada, sehingga ia tidaklah menjual anggurnya kepada orang yang diduga akan menjadikannya minuman khamer.” (Al Umm oleh Imam As Syafi’i 7/57)

Penjelasan Imam As Syafi’i ini selaras dengan hadits berikut:

لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم في الخمر عشرة: عاصرها ومعتصرها وشاربها وحاملها والمحمولة إليه وساقيها وبائعها وآكل ثمنها والمشتري لها والمشتراة له. رواه الترمذي وابن ماجة وصححه الألباني

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknati berkaitan dengan khomer sepuluh orang: Pemerasnya, orang yang meminta untuk diperaskannya, peminumnya, pembawanya (distributornya), orang yang dibawakan kepadanya, penuangnya (pelayan yang mensajikannya), penjualnya, pemakan hasil jualannya, pembelinya, dan orang yang dibelikan untuknya.” (Riwayat At Tirmizi dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Albany)

2. Pada asalnya hukum usaha Warnet adalah mubah, karena bermain, dan berekreasi itu adalah hal yang mubah, asalkan pada permainan yang disediakan pada tempat Warnet tidak ada yang melanggar batasan-batasan syari’at. Akan tetapi bila itu dilakukan berlebihan, maka tentu berubah menjadi suatu hal yang tercela.

Yang demikian itu dikarenakan waktu manusia adalah nikmat dari Allah. Bahkan waktu yang kita miliki adalah kehidupan masing-masing. Dengan demikian bila kehidupan saukitadara ini banyak diisi dengan permainan, yang tidak mendatangkan keuntungan dan manfaat, baik dalam urusan dunia atau akhirat, tentu itu adalah kerugian yang sangat besar.

Betapa tidak, umur kita, sirna begitu saja, tanpa ada keuntungan yang kita peroleh atau pahala yang kita torehkan dalam lembar catatan amal kita. Padahal, kelak pada hari qiyamat, kita akan dimintai pertanggungan jawab atas waktu kita.

لاَ تَزُولُ قَدَمَا ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ. رواه الترمذي وصححه الألباني

“Kelak pada hari kiamat, kedua kaki setiap anak Adam tidaklah akan beranjak dari hadapan Rabb-nya hingga ia dimintai pertanggung jawaban atas lima hal:
1. Untuk urusan apa ia menghabiskan umurnya.
2. Dengan apa ia mengisi masa mudanya.
3 & 4. Harta bendanya, dari mana ia mendapatkannya dan untuk apa ia membelanjakannya.
5. Dan apa yang ia lakukan dengan ilmu yang telah ia peroleh. (Riwayat At Tirmizy dan dinyatakan sebagai hadits shahih oleh Al Albani)

Oleh karena itu, walaupun usaha Warnet pada asalnya adalah halal, kita memiliki tanggung jawab moral secara syari’at untuk mengingatkan pelanggan kita agar tidak terlalu banyak mengisi waktunya dengan permainan ataupun melakukan kemudhorotan. Hendaknya mereka menggunakan waktu kosong mereka dengan hal-hal yang lebih berguna, baik dalam urusan agama atau dunia mereka.

Sebagaimana kita juga memiliki kewajiban untuk menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar di tempat kita berada, baik itu di rumah, tempat usaha, atau bahkan di mana saja kita berada.

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ. رواه مسلم

“Barang siapa dari kalian menyaksikan kemungkaran, maka hendaknya ia merubah/mengingkarinya dengan kekuatan, dan bila ia tidak kuasa melakukannya, maka hendaknya ia merubahnya dengan lisan, dan bila ia juga tidak kuasa melakukannya, maka hendaknya ia merubahnya dengan hatinya, dan itu adalah keimanan yang paling lemah.” (Riwayat Muslim)

0 komentar:

Posting Komentar

NO SPAM!!!